polisi-berjaga-jaga-di-tkp.jpg

Kenapa polisi Indonesia banyak yang korup dan tidak profesional? Karena saat rekrutmen sudah KKN. Jangan mimpi jadi polisi kalau tak punya uang pelicin. Kalaupun ada yang lulus murni jumlahnya sangat kecil sekali. Jadi jangan heran kalau setelah lulus polisi, ‘PR’ pertama yang harus dilakukan adalah mengembalikan dana yang telah dikeluarkan untuk bisa lolos jadi polisi.
Nah, beberapa waktu lalu saya bersentuhan langsung dengan praktek sogok menyogok calon polisi. Ini gara-gara seorang teman minta tolong menemaninya meminta uang yang sudah disetorkan kepada seorang perwira polisi sebagai ‘pelicin’ agar keponakannya masuk polisi. Tapi ternyata keponakan teman saya ini tidak lulus jadi polisi walaupun sudah menyetor Rp35 juta.
Awalnya saya agak enggan juga, namun karena didesak terus akhirnya saya tak enak hati. Ya itung-itung membantu orang yang kesusahan. Sebab gara-gara sangat kepingin anaknya jadi polisi, kakak teman saya itu rela menjual kebunnya dan hutang sana- sini.
Menurut kakak teman saya ini, pada awal-awal dulu memang sudah ada semacam kesepakatan antara dia dengan ibu perwira ini. Kalau ternyata di kemudian hari si anak gagal jadi polisi uang bisa kembali.
Mulanya ada tanda-tanda si perwira menghindar dari tanggung jawab itu. Beberapa kali ditelepon jawabannya selalu nanti ke nanti. Belakangan malah tak mau menjawab. Akhirnya teman saya yang kebetulan seorang wartawan ini pun mulai menggunakan ‘kesaktiannya’. Ia lalu sms ke perwira ini dan mengancam akan menemui Pak Kapolda secara langsung dan mengadukan masalah ini.
Rupanya SMS kawan saya ini ampuh juga. Tak berapa lama sang perwira polisi ini pun menelpon dan mengatakan dirinya tetap komit mengembalikan uang tersebut. Ia pun mengundang teman saya dan kerabatnya datang ke rumah untuk bicara baik-baik.
Saat didatangi ke rumahnya, sang perwira langsung menyambut dengan sangat ramahnya. Dengan kata-kata yang sangat luar biasa manis dia mengatakan dirinya telah berupaya ‘menolong’ keponakan teman saya tadi sekuat tenaga. Bahkan saat tahajud pun dia mengaku selalu berdoa untuk kelulusan keponakan teman saya itu. Pokoknya tak ada kesan bahwa apa yang telah dilakukannya merupakan hal yang salah dan melanggar hukum.
Pada pertemuan itu dia kembali berjanji akan memulangkan uang yang sudah diterima seminggu kemudian. Sebab alasannya, dia harus menghubungi panitia yang sudah pula kebagian dana suap dari kerabat teman saya tadi.
Terus terang, saya yang menyaksikan ‘drama’ tersebut semakin miris dengan kenyataan tersebut. Pengakuan sang perwira dengan jelas mengungkapkan bahwa praktek sogok menyogok untuk masuk polisi merupakan hal yang biasa. Ironisnya, beberapa hari sebelumnya Pak Kapolda Riau membuat pernyataan di media bahwa penerimaan calon polisi tahun ini benar-benar bebas KKN.
Pertanyaannya, mau sampai kapan cara-cara seperti ini terus berlangsung? Sampai kapan kita memiliki korps kepolisian yang profesional dan benar-benar menegakkan hukum? Ah entah lah….